Semi Organik, Transisi Petani Bawang Merah Menuju Pola Tanam Organik Murni

Petani di tiga kecamatan, Pacet, Trawas, dan Gondang, kini menanam bawang merah menggunakan pola tanam semi organik. Dengan menerapkan pola itu, banyak keuntungan diperoleh petani.

Kesadaran petani di Kab. Mojokerto bercocok tanam dengan mengurangi penggunaan bahan kimia (pola tanam semi organik) semakin meningkat. Pola itu menjadi pola transisi bagi petani untuk bercocok tanam pola organik (tanpa bahan kimia).

Petani sadar menanam bawang merah berpola semi organik membuat kualitas tanaman mereka menjadi tahan lama, produksinya meningkat, mengurangi biaya produksi, tidak terlalu mengganggu kesehatan yang mengkonsumsi serta harga jualnya meningkat.

Kahumas Pemkab Mojokerto Hj Alfiyah Ernawati Ssos MM mengatakan, sekarang ini Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (DP3) Kab. Mojokerto gencar menyosialisasikan menanam hortikultura dengan pola organik murni, namun hal itu belum bisa berjalan 100%. Petani masih suka bercocok tanam menggunakan pola non organik. Untuk mengubah pemikiran itu, butuh waktu.

Penggunaan benih, pupuk, obat, dan air yang dipakai bercocok tanam harus bebas bahan kimia. “Persyaratan itu yang belum bisa dilakukan kebanyakan petani. Untuk mencapai program organik itu, lebih dulu petani menempuh cara semi organik sebagai sarana transisi dari non organik ke organik,” tandasnya.

Bercocok tanam dengan pola semi organik masih menggunakan bahan kimia antara 25% sampai 30%. Seandainya petani sudah menggunakan benih, pupuk, dan pembasmi hama organik, tapi air yang digunakan dari sungai yang tercemar bahan kimia, tentu saja belum bisa dijamin kalau mereka telah menerapkan pola tanam organik. Itulah yang menjadi salah satu kendala petani untuk menerapkan pola organik murni.

Pasalnya, tidak semua petani meninggalkan bahan kimia, terutama pada tanaman padi. Tidak menutup kemungkinan air sungai tercemar bahan kimia dari pertanian non organik. Begitu juga sisa makanan ternak yang sebagian juga mengandung bahan kimia, kalau mencemari sungai juga berdampak pada kemurnian tanaman organik.

“Karena itu, pola organik murni itu masih sulit diterapkan di wilayah Mojokerto. Kecuali, air untuk mengairi sawah dari sumber mata air pegunungan yang bebas bahan kimia,” tandasnya.

Meski begitu, dengan pola semi organik, petani di Pacet, Trawas dan Gondang mampu meningkatkan produksinya, terutama setelah ada penambahan areal tanam dari 450 hektare menjadi 600 heltare. Sepanjang tahun lalu produksi bawang merah di tiga kecamata itu mencapai 5.600 ton, tahun ini hingga Juni kemarin sudah menghasilkan 9.750 ton. Sekitar 20% produksi bawang merah Kab. Mojokerto dipasok ke luar Jawa, yakni Kalimatan, Sulawesi dan Makasar. (Surabaya Post Online, 6 Juli 2010)