Harga beras yang melonjak naik menembus angka Rp 6.000 membuat pusing ibu-ibu rumah tangga. Di Kota Solo, Jawa Tengah, misalnya, harga beras jenis IR 64 atau C4 yang tadinya di bawah Rp 5.000 dari hari ke hari terus meroket seakan tak terkendali.
Meskipun kini ada operasi pasar (OP) dengan harga Rp 3.700 per kg, dampaknya tidak serta merta dirasakan masyarakat. Walaupun harga beras di tingkat pedagang seperti di Pasar Legi sudah turun, di tingkat eceran masih tetap tinggi.
Kondisi itu mendorong ibu-ibu di Kelurahan Kadipiro, Kota Solo, mengampanyekan makanan nonberas. Senin (26/2), ibu-ibu tim penggerak PKK yang tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) III Kelurahan Kadipiro menggelar "Lomba Masak Makanan Nonberas" di Kantor Kelurahan Kadipiro.
Dalam lomba ini, masing-masing kelompok PKK yang mewakili beberapa rukun warga (RW) membuat makanan dari bahan bukan beras. Ada yang membuat tiwul (hasil olahan dari tepung ubi kayu melalui proses tradisional) goreng, tiwul urap (sayur-sayuran), nasi jagung urap, dan nasi dari singkong.
Karena tujuannya memang untuk mencari alternatif makanan pokok nonberas, setiap makanan disajikan lengkap dengan lauk pauknya, seperti telor, ayam, tempe, tahu, krupuk, dan juga sayur. Bahkan, ada yang membuat puding dari jagung.Selain bahannya mudah didapat, harga bahan makanan sumber karbohidrat nonberas itu juga murah. Nasi jagung plus sayur urap dan tempe yang dibuat Ny Ariyani (35), warga RT 03/RW 07 Kelurahan Kadipiro, misalnya, hanya menghabiskan bahan Rp 7.000. Padahal, makanan yang dibuatnya cukup untuk makan kenyang lima orang.
Bahan yang digunakan adalah 0,5 kg tepung jagung seharga Rp 1.500 ditambah sayuran dan bumbu masak lainnya seharga Rp 5.500."Dengan harga beras sekarang, uang segitu hanya dapat beras satu kilo. Sisanya tinggal seribu. Untuk beli kalau dibelanjakan sayur saja tidak cukup," ujar ibu-ibu yang lain.
Harus dibiasakanAtas hasil karya para ibu-ibu itu, Ketua Pokja III Kelurahan Kadipiro Muryati menyatakan, "Rasanya tidak kalah lezat dari nasi." Hanya, masyarakat memang sudah tidak lagi terbiasa. Sudah biasa makan nasi.Untuk kembali membiasakan makan makanan nonberas, Lurah Kadipiro Naniek Suprijatmi Urip Rejeki minta tim penggerak PKK terus berkampanye.
Pasalnya, di masyarakat Jawa, makanan nonberas sebagai sumber kalori sebenarnya pernah menjadi kebiasaan. Sekarang pun masih ada masyarakat yang melakukannya. Warga di lereng Gunung Merbabu, Magelang, misalnya. Hari Rabu pekan lalu, Kompas sempat mencicipi nasi jagung yang disajikan keluarga Tarjosardi (57) di Dusun Semampiran, Desa Ketunden, Kecamatan Pakis.Puluhan warga yang sedang bergotong-royong memperbaiki rumah Tarjosardi terlihat lahap menyantap nasi jagung dengan lauk lodeh tempe dan mangut tempe.
Menurut Kepala Dusun Semampiran Gimin, jagung merupakan bahan makanan pokok warganya sampai saat ini.Oleh karena itu, mereka sangat risau ketika tanaman jagung yang sedang mulai berbuah itu diterjang angin ribut pada pertengahan Februari lalu.
Kebiasaan makan nasi jagung juga dilakukan kembali oleh sebagian warga di berbagai desa di Kabupaten Rembang. Kebetulan, musim panen jagung sekarang ini bertepatan dengan melambungnya harga beras. Mereka lalu lebih baik makan nasi jagung. Hanya, bagi yang belum terbiasa, untuk makan nasi jagung memang membutuhkan lauk-pauk yang lebih enak dan lebih mahal.