Pendistribusian pupuk organik bersubsidi pemerintah ke tingkat petani di wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, terkendala hasil uji laboratorium, hingga berakibat stok di kios menipis.
"Sebelum didistribusikan, pupuk organik bersubsidi pemerintah harus sudah lulus uji kandungannya oleh PT Sucofindo Laboratorium di Surabaya sebanyak dua kali. Proses uji laboratorium inilah yang menghambat keberadaan pupuk, padahal petani segera butuh pada bulan Juli untuk persiapan musim kemarau (MK) II," ujar Kepala Bidang Produksi, Dinas Petanian Kabupaten Madiun, Ibu Swastini, Rabu.
Menurut dia, jumlah stok pupuk organik yang telah ada di kios petani untuk persiapan MK II hanya sebanyak 600 ton saja. Padahal, untuk pemupukan selain pupuk kimia, dibutuhkan pupuk organik sebanyak 3.500 ton.
"Karenanya, kami mengimbau kepada pihak-pihak terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi Jatim dan laboratorium untuk segera menyelesaikan proses uji laboratorium agar pada bulan Juli nanti pupuk dapat didistribusikan," kata dia.
Dijelaskan dia, selain pendistribusian terganggu, uji laboratorium kandungan pupuk sebanyak dua kali ini, juga membuat penyerapan pupuk organik di tingkat petani rendah.
Data dinas pertanian setempat menyebutkan, dari jatah pupuk organik Kabupaten Madiun tahun 2010 sebanyak 8.559 ton, baru 20 persen saja atau sekitar 2.000 ton pupuk organik yang telah digunakan oleh petani.
Hal ini sangat disayangkan oleh dinas dan petani. Padahal, petani di kabupaten Madiun sudah sangat mendukung program pemerintah pusat untuk menggalakkan penggunaan pupuk organik selain pupuk kimia untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah.
Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun, Suharno, membenarkan jika seluruh petani di Kabupaten Madiun telah menggunakan pupuk organik disamping pupuk kimia.
"Meski jumlah penggunaannya minim, namun seluruh petani di Kabupaten Madiun telah menggunakan pupuk organik. Kebutuhan pupuk tersebut, sebanyak 20 persen disubsidi dari pemerintah dan 30 persen lainnya diperoleh dari nonsubsidi, dengan petani membuat sendiri pupuk dari bahan limbah ternak," ujar Suharno.
Menurut dia, dari jumlah yang ada tersebut, belum mencukupi kebutuhan pupuk organik di wilayahnya yang mencapai hingga 20 ribu ton. Idealnya, per hektare sawah dibutuhkan dua ton pupuk organik. Namun, karena keterbatasan stok, petani hanya menggunakan 250 kg per hektarenya yang telah disesuaikan dengan rencana devinitif kebutuhan kelompok (RDKK) petani.
Guna memenuhi kebutuhan tersebut, petani dengan bantuan dari pemerintah baik daerah maupun pusat diharapkan mampu memproduksi pupuk organik sendiri. Di wilayah Kabupaten Madiun telah terdapat sedikitnya delapan kelompok tani yang mendapat bantuan pembuatan pupuk organik.
Delapan kelompok tani tersebut di antaranya terdapat di wilayah Kare, Gemarang, Kaibon, Pilangkenceng, Jiwan, Dagangan, Kebonsari, dan Dolopo. (Antara News, 16 Juni 2010)
"Sebelum didistribusikan, pupuk organik bersubsidi pemerintah harus sudah lulus uji kandungannya oleh PT Sucofindo Laboratorium di Surabaya sebanyak dua kali. Proses uji laboratorium inilah yang menghambat keberadaan pupuk, padahal petani segera butuh pada bulan Juli untuk persiapan musim kemarau (MK) II," ujar Kepala Bidang Produksi, Dinas Petanian Kabupaten Madiun, Ibu Swastini, Rabu.
Menurut dia, jumlah stok pupuk organik yang telah ada di kios petani untuk persiapan MK II hanya sebanyak 600 ton saja. Padahal, untuk pemupukan selain pupuk kimia, dibutuhkan pupuk organik sebanyak 3.500 ton.
"Karenanya, kami mengimbau kepada pihak-pihak terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi Jatim dan laboratorium untuk segera menyelesaikan proses uji laboratorium agar pada bulan Juli nanti pupuk dapat didistribusikan," kata dia.
Dijelaskan dia, selain pendistribusian terganggu, uji laboratorium kandungan pupuk sebanyak dua kali ini, juga membuat penyerapan pupuk organik di tingkat petani rendah.
Data dinas pertanian setempat menyebutkan, dari jatah pupuk organik Kabupaten Madiun tahun 2010 sebanyak 8.559 ton, baru 20 persen saja atau sekitar 2.000 ton pupuk organik yang telah digunakan oleh petani.
Hal ini sangat disayangkan oleh dinas dan petani. Padahal, petani di kabupaten Madiun sudah sangat mendukung program pemerintah pusat untuk menggalakkan penggunaan pupuk organik selain pupuk kimia untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah.
Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun, Suharno, membenarkan jika seluruh petani di Kabupaten Madiun telah menggunakan pupuk organik disamping pupuk kimia.
"Meski jumlah penggunaannya minim, namun seluruh petani di Kabupaten Madiun telah menggunakan pupuk organik. Kebutuhan pupuk tersebut, sebanyak 20 persen disubsidi dari pemerintah dan 30 persen lainnya diperoleh dari nonsubsidi, dengan petani membuat sendiri pupuk dari bahan limbah ternak," ujar Suharno.
Menurut dia, dari jumlah yang ada tersebut, belum mencukupi kebutuhan pupuk organik di wilayahnya yang mencapai hingga 20 ribu ton. Idealnya, per hektare sawah dibutuhkan dua ton pupuk organik. Namun, karena keterbatasan stok, petani hanya menggunakan 250 kg per hektarenya yang telah disesuaikan dengan rencana devinitif kebutuhan kelompok (RDKK) petani.
Guna memenuhi kebutuhan tersebut, petani dengan bantuan dari pemerintah baik daerah maupun pusat diharapkan mampu memproduksi pupuk organik sendiri. Di wilayah Kabupaten Madiun telah terdapat sedikitnya delapan kelompok tani yang mendapat bantuan pembuatan pupuk organik.
Delapan kelompok tani tersebut di antaranya terdapat di wilayah Kare, Gemarang, Kaibon, Pilangkenceng, Jiwan, Dagangan, Kebonsari, dan Dolopo. (Antara News, 16 Juni 2010)