Catatan Pertemuan PSE Se-Regio Jawa


Muntilan adalah daerah subur berkat abu Gunung Merapi, tempat ini menjadi Pusat Misi Katolik. Tampaknya bukan hanya menjadi Pusat Misi Katolik, namun juga menjadi pusat pemerintahan Mataram Kuno. Di kota ini, tepatnya di rumah retret milik suster Fransiskan, tanggal 6-8 Juli diadakan pertemuan Hari Pangan Sedunia (HPS) seluruh Keuskupan Se-Regio Jawa. Masing-masing Keuskupan mengirimkan utusannya. Ada 68 peserta dari 7 Keuskupan. Keuskupan Surabaya mengirim 10 utusan di bawah koordinasi Ketua Komisi PSE, Rm. A.Luluk Widyawan. Pr beserta moderator Komisi PSE Kevikepan Blitar dan Kediri, ialah Rm Agustinus Made, Pr dan Rm. Agustinus Widodo, Pr. Bersama mereka ada penggiat pertanian dari keempat Vikep yaitu: Bp. Eman Rokak dan Bp. YF Sujimat (Vikep Blitar), Bp. Untung Subagya (Vikep Kediri), Bp. Titus Triwibowo dan Sdr. Antonius Nurdianto (Vikep Madiun) serta Sdr. Endi Priyanto dan Bp. PH. Sitris (Vikep Cepu)

Inti dari HPS adalah “Gerakan bersama mendunia untuk mengembangkan kesadaran pemerintah dan rakyat, akan pangan yang cukup, sehat dan bermutu bagi semua orang. Kebersamaan HPS bertujuan untuk menggerakkan kesadaran bersama akan kebutuhan bersama yang mendasar dan mendesak akan pangan. Gereja Katolik melibatkan diri dalam gerakan HPS bukan terutama karena persoalan teknis, tetapi utamanya persoalan etis. Gereja ingin melibatkan diri, agar wawasan pangan dunia mengutamakan hidup manusia yang bermutu.” Demikian pesan KWI pada surat edaran Pangan Sebagai Anugerah Tuhan, yang diterbitkan pada Desember 2009.

Sumber utama dan pertama pangan adalah tanah dan air. Maka membangun dan memelihara sumber pangan, berarti mengembalikan kesuburan tanah dan memelihara sumber-sumber air. Jika Gereja berkomitmen untuk terjun dan berkarya nyata dalam HPS, kita (semua umat) harus terlibat secara pribadi atau bersama-sama menghindarkan segala bentuk pencemaran air dan tanah. Cara yang paling sederhana, setiap keluarga Katolik mulai memisahkan limbah organik (daun, sisa makanan dan lain-lain) dan anorganik (plastik, karet dan lain-lain), menimbun limbah organik sehingga menjadi kompos untuk mengembalikan kesuburan tanah dan mendaur ulang sampah anorganik.

Gunakan setiap jengkal tanah dan halaman yang ada untuk menanam pohon yang dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga seperti cabai, singkong, talas, bayam, kangkung, tanaman hias dan lainnya. Sampah anorganik misalnya bungkus minyak goreng isi ulang, kaleng bekas, berupa plastik pembungkus bisa dijadikan pot-pot tanaman, bila halaman kita sempit. Gunakan air cucian beras, ikan dan sayur untuk menyirami tanaman-tanaman dalam pot atau kebun di pekarangan. Bila memungkinkan peliharalah dua atau tiga ekor ayam, bisa juga beberapa ikan dalam kolam mini sehingga sisa makanan bisa diberikan kepada hewan piaraan. Kotoran binatang akan menjadi kompos yang bagus untuk kesuburan tanah. Siklus ini sederhana, tetapi jika hal ini menjadi gerakan seluruh Umat Katolik, maka gemanya akan sangat terasa dan manfaatnya akan dirasakan oleh bumi, air dan semua mahluk hidup yang ikut hidup di dalamnya.

Harapannya, gerakan ini menular, menjadi gerakan seluruh umat manusia yang hidup di bumi ini. Jika gerakan ini kemudian menjadi kebiasaan hidup (habitus), menjadi cara hidup (filosofi hidup) maka bumi ini akan kembali menjadi asri, bersahabat dengan semua mahluk hidup yang hidup di dalamnya. Semoga ! (Untung Subagya, tim gerakan HPS Keuskupan Surabaya)