Meskipun saat ini pupuk sedang langka, pupuk organik yang diproduksi Ikatan Petani Pengandali Hama Terpadu (IPPHT) Kabupaten Madiun, Jawa Timur, tak diminati petani.
Koordinator IPPHT Kabupaten Madiun, Kaslan mengatakan, petani sudah terbiasa menggunakan pupuk unorganik sehingga pupuk yang dibuat oleh IPPHT itu kurang diminati, Senin (8/12).
“Padahal pupuk yang ada selama ini tidak ramah lingkungan,” katanya saat ditemui di Desa Tiron, Kabupaten Madiun, Jatim.
Kaslan menyayangkan sikap petani kini sudah tidak lagi memperhatikan masalah lingkungan sehingga banyak lahan di daerahnya itu kurang produktif. “Para petani sudah telanjur dimanjakan pupuk kimia,” katanya.
Saat ini, pihak Kaslan gencar melakukan sosialisasi penggunaan pupuk organik buatan IPPHT, namun hingga saat ini belum menunjukkan adanya peningkatan pengguna pupuk organik tersebut.
Menurutnya, petani sudah enggan berpindah dari pupuk kimia ke pupuk organik karena sudah telanjur menjadi budaya yang disosialisasikan pemerintah pada era Evolusi Hijau dahulu.
Padahal menurut penelitian Kaslan, pupuk organik lebih ramah lingkungan dan dapat diproduksi dengan biaya murah, bahkan kualitas dan hasil tanaman tidak kalah dengan pupuk kimia. Sedang pembuatan pupuk organik sendiri tidak sulit. “Bisa dilakukan dengan menggunakan metode Ferinsa (fermentasi urin sapi) dengan mencampurkan 25 liter urin sapi ke dalam satu liter air gula dan empon-empon. Kemudian difermentasikan selama dua minggu, pupuk cair tersebut siap digunakan,” katanya menjelaskan.
Selama ini pupuk buatan IPPHT itu hanya digunakan oleh kalangan terbatas seperti petani tanaman hias yang mempunyai kesadaran tinggi terhadap masalah lingkungan.
Kaslan berharap agar pemerintah menghapuskan subsidi pupuk untuk memberikan kesadaran kepada para petani agar beralih menggunakan penggunaan pupuk organik. (Surya Online, 8 Desember 2008)
Koordinator IPPHT Kabupaten Madiun, Kaslan mengatakan, petani sudah terbiasa menggunakan pupuk unorganik sehingga pupuk yang dibuat oleh IPPHT itu kurang diminati, Senin (8/12).
“Padahal pupuk yang ada selama ini tidak ramah lingkungan,” katanya saat ditemui di Desa Tiron, Kabupaten Madiun, Jatim.
Kaslan menyayangkan sikap petani kini sudah tidak lagi memperhatikan masalah lingkungan sehingga banyak lahan di daerahnya itu kurang produktif. “Para petani sudah telanjur dimanjakan pupuk kimia,” katanya.
Saat ini, pihak Kaslan gencar melakukan sosialisasi penggunaan pupuk organik buatan IPPHT, namun hingga saat ini belum menunjukkan adanya peningkatan pengguna pupuk organik tersebut.
Menurutnya, petani sudah enggan berpindah dari pupuk kimia ke pupuk organik karena sudah telanjur menjadi budaya yang disosialisasikan pemerintah pada era Evolusi Hijau dahulu.
Padahal menurut penelitian Kaslan, pupuk organik lebih ramah lingkungan dan dapat diproduksi dengan biaya murah, bahkan kualitas dan hasil tanaman tidak kalah dengan pupuk kimia. Sedang pembuatan pupuk organik sendiri tidak sulit. “Bisa dilakukan dengan menggunakan metode Ferinsa (fermentasi urin sapi) dengan mencampurkan 25 liter urin sapi ke dalam satu liter air gula dan empon-empon. Kemudian difermentasikan selama dua minggu, pupuk cair tersebut siap digunakan,” katanya menjelaskan.
Selama ini pupuk buatan IPPHT itu hanya digunakan oleh kalangan terbatas seperti petani tanaman hias yang mempunyai kesadaran tinggi terhadap masalah lingkungan.
Kaslan berharap agar pemerintah menghapuskan subsidi pupuk untuk memberikan kesadaran kepada para petani agar beralih menggunakan penggunaan pupuk organik. (Surya Online, 8 Desember 2008)