Konsumsi Pupuk Organik Masih Rendah

Konsumsi pupuk organik di Jatim terbilang masih sangat rendah dibandingkan konsumsi pupuk anorganik. Padahal, pupuk berbahan dasar organik (sampah maupun kotoran hewan) punya keuntungan jangka panjang lebih unggul.

Sigit Agung Himawan, Director PT Komposindo Granular Arendi, pemilik merk dagang pupuk Rabog mengatakan, market share pupuk organik di Jatim masih sangat kecil. Secara nasional, share-nya baru di kisaran 1 persen.

“Artinya, peluang menggarap bisnis pupuk organik ini masih sangat besar. Apalagi Indonesia punya bahan baku organik melimpah,” jelas Sigit, usai gathering Ikatan Alumni ITS di Gedung Rektorat ITS, Selasa (21/4).

Bandingkan dengan bahan baku pupuk anorganik yang sebagian besar masih ketergantungan impor, khususnya phosphat dan kalium. Sigit optimistis jika konsumsi pupuk organik akan terus naik dari tahun ke tahun.

Kebutuhan pupuk nasional, baik organik maupun anorganik, harusnya mencapai 20 juta ton per tahun. Namun, saat ini baru ter-cover seperempatnya. Untuk suplai pupuk anorganik rata-rata bisa sampai 1,5 juta ton dan pupuk organik 3 juta ton per tahun.

Diakuinya, pupuk organik saat ini memang belum jadi primadona bagi para petani. Ini karena penggunaan pupuk organik lebih boros. Tak heran jika pangsa pasarnya masih rendah. “Sebagai pembanding, untuk lahan seluas satu hektare jika menggunakan pupuk anorganik hanya membutuhkan tiga kilogram. Tapi jika menggunakan pupuk organik lahan butuh pupuk 2 ton,” jelas Sigit.

Terkait harga jual pupuk organik, lanjut Sigit, sebetulnya beda tipis. Untuk kemasan 40 kg dijual Rp 60.000, per kg dihargai Rp 1.500. Sedangkan pupuk anorganik bersubsidi dijual eceran Rp 500 per kg. Untuk pupuk anorganik yang non-subsidi ada yang dijual Rp 1.700 per kg.

Dari lima pabrik PT Komposindo Granular Arendi, baru mampu menghasilkan 150 ton per hari. “Tiap pabrik baru menghasilkan rata-rata 30 ton pupuk organik per hari. Jadi, total produksi per bulan tak kurang dari 4.500 ton,” kata Sigit, yang berencana buka pabrik di Nganjuk dan Lampung akhir 2009.

Ketua Asosiasi Distributor Pupuk Jatim Agung Wahyudi menambahkan, peluang menggarap pupuk organik masih sangat besar. Petani bisa memproduksi sendiri dengan bahan baku yang melimpah dan teknologi yang lebih sederhana. “Trennya saat ini mengarah ke pupuk organik,” ujar Agung.

Menurutnya, stok pupuk di Jatim sendiri sampai saat ini masih aman. Apalagi dengan adanya pupuk organik, maka stok pupuk secara umum sangat terbantu. Kebutuhan pupuk anorganik di Jatim sepanjang 2008 mencapai 1,1 juta ton. Diharapkan sampai akhir 2009 bisa tembus 1,3 ton. (Surya Online, 22 April 2009)